Harga BBM Industri Mengalami Kenaikan

PT Pertamina (Persero) menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Beberapa bahan bakar yang mengalami kenaikan harga antara Pertamax 92, Pertalite dan Solar Dex Lite semuanya merupakan bahan bakar sintetis.

Salah satu penyebab kenaikan harga BBM kali ini adalah kenaikan harga minyak mentah dunia sejak sekitar pertengahan Juli. Sumber lain mengatakan, melemahnya nilai tukar rupee terhadap dolar AS menjadi alasan lain. Kenaikan harga minyak saat ini.

Di Jakarta, Pertalite naik dari Rs 6.900 per liter menjadi Rs 7.050 per liter. Harga Pertamax 92 naik dari Rs 7.600 per liter menjadi Rs 7.750 per liter. Harga Solar Dex Lite mengalami kenaikan dari Rp 6.750 per liter menjadi Rp 6.900 per liter.

Effendi, Vice President Retail Fuel Marketing Pertamina, mengatakan kenaikan harga BBM jenis ini Rp 150 per liter untuk tiga jenis bahan bakar industri.

Dia mengungkapkan penyebab kenaikan harga BBM adalah kenaikan indeks pasar menjadi delapan persen, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Perubahan harga Pertamax 92, Pertalite dan Dex Lite sebesar Rs 150 per liter berlaku untuk semua wilayah. Harga bahan bakar industri dievaluasi secara berkala setiap dua minggu.

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) juga berdampak pada sektor infrastruktur nasional. Kontraktor kini menunggu subsidi solar industri yang harganya naik.

Harga solar industri untuk proyek infrastruktur pemerintah yang dikontrak kini mencapai Rp 18.000 – Rp 20.000 per liter. Sedangkan harga yang tercatat dalam kontrak tender 2021 adalah Rp 11.000 – Rp 12.000 per liter. Artinya, biaya operasional kontraktor semakin terbebani dengan kenaikan harga solar industri.

Staf Menteri PUPR Teknologi, Industri, dan Lingkungan Hidup Endra S Atmawidjaja tak menampik bahwa kontraktor saat ini menghadapi masalah pengalihan subsidi BBM.

Di sisi lain, Kementerian Keuangan mewajibkan setiap kementerian/lembaga menerapkan konsep penyesuaian otomatis (penghematan anggaran) untuk beberapa proyek.

“Dengan penyesuaian otomatis, penghematan tersebut digunakan untuk dialihkan ke BBM. Sejauh ini belum ada pengurangan anggaran kami dari Kementerian Keuangan untuk mengkonversi subsidi BBM,” kata Indra di kantor Kementerian PUPR Jakarta. Kamis (8/9).

Menurut dia, tingginya harga bahan bakar, khususnya solar industri, bukan satu-satunya masalah. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga bahan bangunan.

“Dari sudut pandang kami, kami telah menentukan, jika hanya bahan bakar, maka kenaikan itu sebelumnya hanya untuk transportasi material dan aspal, karena transportasi material ke tempat kerja sudah karena harga BBM yang lebih tinggi,” katanya.

“Tapi sekarang bukan hanya itu, semuanya berjalan bersama. Saya kira bukan hanya transportasinya saja, tetapi bahannya sendiri, termasuk bajanya, kena,” kata Indra.

Ia menambahkan, untuk penguatan tersebut, pemerintah masih mengkaji bantuan yang diberikan kepada kontraktor terkait dengan subsidi harga solar industri.

“Jadi saya kira perlu ada kebijakan khusus di pemerintah, bukan hanya untuk PUPR, karena sektor konstruksi bukan hanya untuk PUPR. Jadi saya kira kita tunggu saja rapat kabinetnya,” katanya.

Tinggalkan Balasan